Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Mas’ud Al Anshari r.a, dia berkata: “Seorang laki-laki berkata (kepada Nabi saw): “Wahai Rasulullah, hampir saja aku tidak mendapatkan (makna) solat yang kami diimami oleh si fulan kerana sangat panjang.” Maka aku (perawi) tidak pernah melihat Nabi saw marah dalam memberikan nasihat yang lebih keras daripada hari itu. Beliau bersabda :
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah membuat orang lari. Maka barangsiapa solat mengimami manusia hendaklah dia memperingan (solatnya) kerana di antara mereka ada orang yang sakit, lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Bukhari)
Al ’Allamah Al ’Ainy berkata dalam mengulas hadis di atas: “Pada hadis ini terdapat makna yang menunjukkan tentang bolehnya marah terhadap perkara-perkara agama yang diingkari.” (‘Umdatul Qari’ 2/107)
Pada riwayat Imam Bukhari yang lain dari Abi Hurairah r.a bahawasanya Rasulullah saw pernah melihat seseorang yang menggiring seekor unta yang akan disembelih di Mekah. Nabi saw bersabda: “Naiki unta itu!”
Orang tersebut menjawab: “Sesungguhnya ini adalah unta yang akan disembelih di Mekah.”
Nabi saw bersabda: “Celaka kamu, naiki unta itu!”
(Beliau menyatakan hal ini) pada kali yang ketiga atau kedua.
Syaikh DR. Fadll Ilahi berkata: “Perkataan Nabi saw kepadanya celaka kamu -- sebagaimana yang disebutkan Imam Qurthuby -- adalah pendidikan agar dia kembali kepada (perintah) Nabi saw bersamaan dengan jelasnya keadaan baginya bahawa tidak boleh terjadi pada diri seorang mukmin keraguan dan sikap menahan diri dari melaksanakan perintah Nabi saw. - (Al Lin wa Ar Rifq halaman 52)
Imam Ad-Darimi telah meriwayatkan dari Jabir r.a bahawasanya Umar bin Khathab ra. mendatangi Rasulullah saw dengan membawa satu naskah dari Taurat seraya berkata: “Ya Rasulullah, ini adalah satu naskah dari Taurat.” Kemudian dia diam. Setelah itu dia mulai membacanya. Wajah Rasulullah pun berubah.
Maka Abu Bakar r.a berkata: “Celaka engkau, apakah engkau tidak melihat wajah Rasulullah saw?"
Umar menoleh kepada wajah Rasulullah saw seraya berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemarahan Allah dan Rasul-Nya. Kami redho Allah sebagai Rab (kami), Islam sebagai agama (kami), dan Muhammad sebagai Nabi (kami).”
Maka Rasulullah saw bersabda: “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau seandainya Musa muncul di hadapan kalian niscaya kalian akan mengikutinya dan meninggalkanku. Sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Kalau seandainya Musa itu hidup dan mendapatkan kenabianku niscaya dia akan mengikutiku.” (Sunan Ad Darimi nomor hadits 44, 1/95)
Imam Bukhari dalam sahihnya membuat 2 bab yang berkaitan dengan masalah ini.
Pertama, bab tentang marah dalam memberi nasihat dan pelajaran apabila dia melihat sesuatu yang dibenci.
Kedua, bab tentang perkara-perkara yang diperbolehkan marah padanya dan bersikap keras kerana perintah Allah Taala. Kemudian Imam Bukhari membawakan beberapa hadis yang menunjukkan bahawa Rasulullah saw marah dan bersikap keras ketika melihat sebahagian sahabatnya melakukan perkara-perkara yang dibencinya.
Demikianlah beberapa dalil dan hujjah dari Al Quran dan As-sunnah serta beberapa perkataan para ulama yang berbicara tentang sikap keras & tegas dalam dakwah. Tentunya masih banyak yang lainnya.
Sikap keras & tegas dalam dakwah dilakukan setelah sikap lemah lembut dan kasih sayang dalam dakwah tidak berhasil merobah orang-orang yang terus-menerus dalam kemungkaran. Syeikh Muhammad Amin Asy Syanqithi pernah berkata: “Ketahuilah bahwasanya dakwah ke jalan Allah (dilakukan) dengan dua cara; pertama dengan cara lemah lembut dan kedua dengan cara kekerasan. Adapun cara yang lemah lembut, iaitu berdakwah ke jalan Allah dengan hikmah dan memberikan nasihat yang baik.
Apabila engkau berhasil dengan cara ini alangkah baiknya dan inilah yang diinginkan. Namun jika engkau tidak berhasil, gunakanlah cara kekerasan waima dengan pedang sampai hanya Allah sajalah yang diibadahi dan ditegakkan hukum-hukum-Nya, dilaksanakan perintah-perintah-Nya, serta ditinggalkan segala larangan-Nya.
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah membuat orang lari. Maka barangsiapa solat mengimami manusia hendaklah dia memperingan (solatnya) kerana di antara mereka ada orang yang sakit, lemah, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Bukhari)
Al ’Allamah Al ’Ainy berkata dalam mengulas hadis di atas: “Pada hadis ini terdapat makna yang menunjukkan tentang bolehnya marah terhadap perkara-perkara agama yang diingkari.” (‘Umdatul Qari’ 2/107)
Pada riwayat Imam Bukhari yang lain dari Abi Hurairah r.a bahawasanya Rasulullah saw pernah melihat seseorang yang menggiring seekor unta yang akan disembelih di Mekah. Nabi saw bersabda: “Naiki unta itu!”
Orang tersebut menjawab: “Sesungguhnya ini adalah unta yang akan disembelih di Mekah.”
Nabi saw bersabda: “Celaka kamu, naiki unta itu!”
(Beliau menyatakan hal ini) pada kali yang ketiga atau kedua.
Syaikh DR. Fadll Ilahi berkata: “Perkataan Nabi saw kepadanya celaka kamu -- sebagaimana yang disebutkan Imam Qurthuby -- adalah pendidikan agar dia kembali kepada (perintah) Nabi saw bersamaan dengan jelasnya keadaan baginya bahawa tidak boleh terjadi pada diri seorang mukmin keraguan dan sikap menahan diri dari melaksanakan perintah Nabi saw. - (Al Lin wa Ar Rifq halaman 52)
Imam Ad-Darimi telah meriwayatkan dari Jabir r.a bahawasanya Umar bin Khathab ra. mendatangi Rasulullah saw dengan membawa satu naskah dari Taurat seraya berkata: “Ya Rasulullah, ini adalah satu naskah dari Taurat.” Kemudian dia diam. Setelah itu dia mulai membacanya. Wajah Rasulullah pun berubah.
Maka Abu Bakar r.a berkata: “Celaka engkau, apakah engkau tidak melihat wajah Rasulullah saw?"
Umar menoleh kepada wajah Rasulullah saw seraya berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kemarahan Allah dan Rasul-Nya. Kami redho Allah sebagai Rab (kami), Islam sebagai agama (kami), dan Muhammad sebagai Nabi (kami).”
Maka Rasulullah saw bersabda: “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau seandainya Musa muncul di hadapan kalian niscaya kalian akan mengikutinya dan meninggalkanku. Sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Kalau seandainya Musa itu hidup dan mendapatkan kenabianku niscaya dia akan mengikutiku.” (Sunan Ad Darimi nomor hadits 44, 1/95)
Imam Bukhari dalam sahihnya membuat 2 bab yang berkaitan dengan masalah ini.
Pertama, bab tentang marah dalam memberi nasihat dan pelajaran apabila dia melihat sesuatu yang dibenci.
Kedua, bab tentang perkara-perkara yang diperbolehkan marah padanya dan bersikap keras kerana perintah Allah Taala. Kemudian Imam Bukhari membawakan beberapa hadis yang menunjukkan bahawa Rasulullah saw marah dan bersikap keras ketika melihat sebahagian sahabatnya melakukan perkara-perkara yang dibencinya.
Demikianlah beberapa dalil dan hujjah dari Al Quran dan As-sunnah serta beberapa perkataan para ulama yang berbicara tentang sikap keras & tegas dalam dakwah. Tentunya masih banyak yang lainnya.
Sikap keras & tegas dalam dakwah dilakukan setelah sikap lemah lembut dan kasih sayang dalam dakwah tidak berhasil merobah orang-orang yang terus-menerus dalam kemungkaran. Syeikh Muhammad Amin Asy Syanqithi pernah berkata: “Ketahuilah bahwasanya dakwah ke jalan Allah (dilakukan) dengan dua cara; pertama dengan cara lemah lembut dan kedua dengan cara kekerasan. Adapun cara yang lemah lembut, iaitu berdakwah ke jalan Allah dengan hikmah dan memberikan nasihat yang baik.
Apabila engkau berhasil dengan cara ini alangkah baiknya dan inilah yang diinginkan. Namun jika engkau tidak berhasil, gunakanlah cara kekerasan waima dengan pedang sampai hanya Allah sajalah yang diibadahi dan ditegakkan hukum-hukum-Nya, dilaksanakan perintah-perintah-Nya, serta ditinggalkan segala larangan-Nya.