Elias Hj Idris
'Keramat' berasal dari bahasa Arab, menurut bahasa ertinya 'mulia'. Menurut ajaran Islam ialah 'kejadian luar biasa yang tidak masuk dek akal pada diri wali...'.

'Wali' berasal dari bahasa Arab, 'waliyun' ertinya orang soleh yang ketaatannya terus-menerus kepada Allah, tanpa diselang-seli oleh perbuatan maksiat sedikit pun.

Wali menurut Yususf bin Ismail An-Nabhani dalam kitabnya 'Jaami’u Karaamatil Aulia', dari segi bahasa ertinya 'dekat'.


Apabila seseorang itu dekat kepada Allah, disebabkan oleh ketaatan dan keikhlasannya, dan Allah pun dekat kepadanya dengan melimpahkan rahmat, kebajikan dan kurnia-Nya, maka pada saat itu terjadilah perwalian, yakni orang itu dinamakan 'Wali'.

Allah melindungi mereka, sehingga terhadap diri mereka tidak terdapat sedikit pun kekhuatiran - susah hati. Dan Allah mengurniai mereka dengan pelbagai kelebihan yang tidak diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang lain. Ia berupa kejadian atau peristiwa luar biasa yang tidak masuk akal, sebagaimana Allah mengurniakan mu’jizat kepada Nabi dan Rasul-Nya.

Firman Allah;

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa."
(QS. Yunus, 62-63).

Ada pun peristiwa luar biasa yang tidak masuk dek akal itu menurut ahli sunnah terbagi kepada:

Karya Mustapha Mohamed Al-Jiasi, Pustaka Aman Press, KB.

a). Mu’jizat, ialah kejadian luar biasa pada diri Nabi-nabi dan Rasul sesudah diangkat menjadi rasul, contohnya seperti bulan terbelah dua, pohon tumbuh dari dalam batu, dan sebagainya.

b). Irhash, ialah kejadian luar biasa pada diri Nabi saw sebelum diangkat menjadi rasul, seperti dada baginda dibedah tanpa berasa sakit.

c). Keramat, ialah kejadian luar biasa pada diri wali-wali, seperti ayam mati dapat dihidupkan dengan doanya, sudah tahu tetamu yang akan datang dan sebagainya.

d). Ma’unah, ialah kejadian luar biasa pada diri orang Islam yang awam, seperti mengetahui yang ghaib-ghaib dan sebagainya.

e). Istidraj, ialah kejadian luar biasa pada sang fasik, seperti sanggup mengangkat batu besar, menghentikan kereta api yang sedang berjalan laju dan sebagainya.

f). Sihir, ialah kejadian luar biasa pada orang kafir atau penjahat seperti kebal tahan ditembak atau ditikam.

Dalil Adanya keramat pada wali-wali itu ialah;

1. Firman Allah 2. Hadis 3. Perbuatan Sahabat 4. Logik.

Adapun ayat Al-Quran yang menjadi dalil itu antara lain:

1. Surat Ali Imran 36-37, yang maksudnya:
"Maka tatkala isteri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang wanita, dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkan itu, dan anak laki-laki (yang dinazarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang dilahirkan ini), sesungguhnya aku telah menemai dia Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan Engkau daripada setan yang terkutuk). Maka Tuhannya menerima ia (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya".


Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, dia mendapati ada makanan di sisinya. Zakaria berkata: "Hai Maryam, dari mana kamu peroleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya."

2. Surat Maryam 25, yang maksudnya:
"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu (maka) pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu".

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahawa Maryam tanpa disentuh oleh laki-laki dapat melahirkan anak. Buah kurma diperoleh dari pelepah yang kering, dan rezeki yang diterima tidak pada musimnya dan tanpa sebab yang menyertainya.

Peristiwa luar biasa itu terjadi pada Maryam, sedangkan dia bukan nabi. Inilah yang dinamakan keramat.

3. Peristiwa tujuh orang anak muda yang tinggal dalam gua selama 300 tahun, tanpa makan dan minum, tetapi tubuhnya tetap sihat. Peristiwa itu diterangkan Allah pada surah Al-Kahfi: 9-26.


Jenis Keramat

Adapun anggota tubuh mukmin itu mempunyai keramat, jika dipergunakan untuk ta’at. Mata dapat melihat yang akan datang mengunjunginya dari jarak jauh, melihat sesuatu di balik dinding, dan sebagainya. Telinga dapat mendengar suara ghaib. Lidah dapat bercakap-cakap dengan mayat dalam kubur. Tangan dapat menyembuhkan penyakit, perut menolak bila dihidangkan makan haram. Kaki dapat berjalan di atas air atau di udara. Hati dapat mengetahui sesuatu sebelum ia terjadi.

Adapun jenis keramat itu bermacam-macam. Ada di antaranya yang dapat menghidupkan orang yang mati, laut terbelah, sesuatu berubah dalam sedetik, jarak jauh menjadi dekat, binatang atau benda bisa bercakap, penyakit menjadi sembuh, ditaati haiwan, makbul doa, mengetahui yang ghaib, tahan tidak makan dan minum dalam waktu yang lama. Terhindar dari kejahatan, terbuka sumber kekayaan, mengarang dalam kesibukan, tidak terkena racun dan sebagainya.

Lebih jauh tentang masalah selok-belok keramat ini, dapat dilihat buku "Konsultasi Agama Islam".

Sumber : Keramat Wali-Wali
Elias Hj Idris
Berikut di bawah ini pangkat/maqam para aulia Allah yang diambil dari kitab Jami'u Karomatil Aulia:

Para wali Allah

1. Qutub atau Ghauts (1 abad - seorang).

2. Aimmah (1 abad - 2 orang).

3. Autad (1 abad - 4 orang di 4 penjuru mata angin).

4. Abdal (1 abad - 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang apabila ada wali abdal yang wafat Allah menggantikannya dengan mengangkat wali abdal yang lain (Abdal = Pengganti ). Wali Abdal juga ada yang waliyahnya (wanita).

5. Nuqoba’ (Naqib), iaitu 1 abad - 12 orang diwakilkan Allah pada setiap bulan).

6. Nujaba’ (1 abad - 8 orang).

7. Hawariyyun (1 abad - seorang): wali Hawariyyun yang diberi kelebihan oleh Allah dalam hal keberanian, pedang (jihad) dalam menegakkan agama Islam di muka bumi ini.

8. Rojabiyyun (1 abad - 40 orang) yang tidak akan bertambah & berkurang apabila ada salah satu wali Rojabiyyun yang meninggal dunia Allah kembali mengangkat wali Rojabiyyun yang lain, dan Allah mengangkatnya menjadi wali khusus di bulan Rajab dari awal bulan sampai akhir bulan oleh sebab itu namanya Rojabiyyun.

9. Khotam (penutup wali; 1 alam dunia - seorang); iaitu Nabi Isa a.s. ketika diturunkan kembali ke dunia Allah angkat menjadi wali Khotam (penutup).

10. Qolbu Adam a.s. (1 abad - 300 orang).

11. Qolbu Nuh a.s (1 abad - 40 orang).

12. Qolbu Ibrahim a.s. (1 abad - 7 orang).

13. Qolbu Jibril a.s. (1 abad - 5 orang).

14. Qolbu Mikail a.s. (1 abad - 3 orang tidak kurang dan tidak lebih Allah selalu mengangkat wali lainnya apabila ada salah satu daripada wali qolbu Mikail yang wafat).

15. Qolbu Israfil a.s (1 abad - seorang)

16. Rizalul ‘Alamul Anfas (1 abad - 313 orang).

17. Rizalul Ghaib (1 abad - 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap-tiap wali Rizalul Ghoib ada yang wafat seketika itu juga Allah mengangkat wali Rizalul Ghaib yang lain. Wali Rizalul Ghaib merupakan wali yang disembunyikan oleh Allah dari penglihatan makhluq-makhluk bumi dan langit. Setiap wali Rizalul Ghaib tidak dapat mengetahui akan wali Rizalul Ghaib yang lain. Ada juga wali dengan pangkat Rijalul Ghaib dari golongan jin Mukmin. Semua wali Rizalul Ghaib tidak mengambil sesuatu pun dari rezeki alam nyata ini, tetapi mereka mengambil atau menggunakan rezeki dari alam ghaib.

18. Adz-Dzohirun (1 abad -18 orang).

19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 abad - 8 orang).

20. Khomsatur Rizal (1 abad - 5 orang).

21. Rizalul Hanan (1 abad -15 orang).

22. Rizalul Haybati Wal Jalal (1 abad - 4 orang).

23. Rizalul Fath (1 abad - 24 orang) Allah mewakilkannya di tiap sa'ah (jam). Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia - 2 Orang di Yaman, 6 orang di negara barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua jihat (arah mata angin).

23. Rizalul Ma'arijil 'Ula (1 abad -7 orang).

24. Rizalut Tahtil Asfal (1 abad - 21 orang).

25. Rizalul Imdad (1 abad - 3 orang).

26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun (1 abad - 3 orang). Pangkat ini menyerupai pangkatnya wali Abdal.

27. Rozulun Wahidun (1 abad - 1 orang).

28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz (1 abad - seorang).

Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini dilahirkan antara manusia dan golongan ruhani (iaitu bukan manusia murni). Dia tidak mengetahui siapa ayahnya dari golongan manusia. Wali dengan pangkat ini tubuhnya terdiri daripada dua jenis zat yang berbeza. Pangkat wali ini ada juga yang menyebut 'Rozulun Barzakh'. Ibu wali pangkat ini dari golongan ruhani air 'innalloha 'ala kullisay in qodirun' - "Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Maha Kuasa".

29. Syakhsun Ghorib (di dunia hanya ada seorang).

30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil 'Arsy (1 abad - seorang).

31. Rizalul Ghina (1 abad - 2 orang) sesuai dengan nama maqamnya (pangkatnya) Rizalul Ghina 'wali ini sangat kaya baik kaya ilmu agama, kaya ma'rifatnya kepada Allah mahupun kaya harta yang dijalankan di jalan Allah. Pangkat Wali ini juga ada waliahnya (wali wanita).

31. Syakhsun Wahidun (1 abad - seorang).

32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid (1 abad -10 orang).

33. Budala' (1 abad -12 orang). Budala' Jama' nya (Jama' Sigoh Muntahal Jumu') dari Abdal, tetapi bukan pangkat Wali Abdal.

34. Rizalul Istiyaq (1 abad - 5 orang).

35. Sittata Anfas (1 abad - 6 orang). Salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Rasyid, iaitu Syeikh Al-'Alim Al-'Allamah Ahmad As-Sibty.

36. Rizalul Ma' ( 1 abad - 124 orang). Wali dengan pangkat ini beribadahnya di dalam air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su'ud Ibni Syabil." Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku, "Apakah ada hamba-hamba Allah yang beribadah di sungai atau di lautan?" Belum pun sampai perkataan hatiku tiba-tiba dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata "Akulah salah satu hamba Allah yang ditugaskan untuk beribadah di dalam air". Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku dan tiba-tiba orang tersebut hilang dari pandanganku.

37. Dakhilul Hizab (1 abad - 4 orang).

Wali dengan pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama pangkatnya, wali ini tidak dapat diketahui kewaliannya oleh para wali yang lain sekalipun sekelas qutbil aqtob seperti Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani. Ia disebabkan wali ini ada di dalam hizabnya Allah. Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para aulia, Namun 'nur ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para aulia seperti yang diriwayatkan dalam kitab 'Nitajul Arwah' bahawa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jilani melaksanakan tawaf di Baitullah Mekah, tiba-tiba syeikh melihat seorang wanita dengan nur ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani mukasyafah ke lauhil mahfudz. Di sana dilihat nama wanita itu tidak ada di barisan para wali Allah.

Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Allah untuk mengetahui siapakah wanita itu dan apa yang menjadi amalnya sehingga nur ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat. Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril a.s  untuk memberitahu kepada syeikh bahawa wanita tersebut adalah seorang waliyyah dengan maqam/pangkat Dakhilul Hizab - 'berada dalam hizabnya Allah'. Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa ber husnudzon (berbaik sangka) kepada semua makhluq Allah. Sebetulnya masih ada lagi maqam-maqam para aulia yang tidak diketahui oleh kita. Allah swt menurunkan para aulia di bumi ini dalam 1 abad - 124,000 orang yang mempunyai tugas masing-masing sesuai dengan pangkat atau maqamnya.

Sumber" www.ghaib99.blogspot.com
Elias Hj Idris
Sejarah Kaum Tua

Permulaan kedatangan pengaruh Asia Barat terhadap alam Melayu boleh dikatakan bermula dengan kepulangan mahasiswa Melayu dari Makkah. Hasil dari kesinambungan tersebut maka lahirlah sebuah institusi pendidikan, iaitu institusi pondok yang memberikan sumbangan terbesar dalam mempamerkan imej dan pengaruh Asia Barat di bumi Melayu. Antara pondok-pondok yang cukup terkenal ialah Dala, Bermin, Semela, Dual dan Teluk Manak di Pattani. Pondok-pondok tersebut bukan sahaja menjadi tumpuan penuntut tempatan, malahan juga penuntut dari luar negeri, terutama dari kepulauan nusantara seperti Sri Lanka, Burma, Kemboja, Vietnam, Tanah Melayu, Filipina dan Indonesia.

Ulama-ulama Pattani yang terkenal dan banyak menulis kitab agama dalam bahasa Melayu ataupun bahasa Arab ialah seperti Syeikh Daud Abdullah al-Fatoni, Sheikh Muhammad Zain al-Fatoni dan Sheikh Zainal Abidin al-Fatoni. Mereka bukan sahaja mengajar di rantau ini malah berkesempatan mengajar di Masjid al-Haram, Makkah. Sistem dan kaedah yang diterapkan dalam institusi ini ada persamaan dengan sistem pendidikan yang dilaksanakan dalam kaedah pembelajaran di Masjid al-Haram.

Perkara ini terus berkembang hingga sampai ke Tanah Melayu seperti Kedah, Perlis, Kelantan dan Terengganu. Pendidikan agama mengalami perubahan dan perkembangan baru sebaik sahaja idea pembaharuan (islah) dari Asia Barat, terutama Mesir mulai meluas di kalangan masyarakat Islam pada masa itu. Setelah itu, lahirlah sistem madrasah yang lebih sistematik dan lebih formal daripada sistem pondok.
Jika ditinjau dari sudut kemasukan Islam ke negeri Kelantan, sejarah mencatatkan bahawa bumi Kelantan mula menerima gema syahadah sebelum abad ke-12 Masehi lagi. Ini dibuktikan dengan penemuan dinar di Kota Kubang Labu, Pasir Pekan, Kelantan. Manakala dari sudut mazhab, jelas bahawa umat Islam di Kelantan sejak dari dahulu lagi berpegang teguh kepada mazhab Syafi'e, bacaan al-Quran menurut riwayat Hafiz dan bunyi sebutan yang tidak ada beza dengan sebutan lidah Arab. Oleh yang demikian, dapatlah dibuat satu kesimpulan bahawa umat Islam di Kelantan lebih dahulu menerima aliran pemikiran Kaum Tua sebelum timbulnya polemik dengan Kaum Muda.

Di antara ulama-ulama yang berpegang kuat dengan aliran Kaum Tua ketika di awal perkembangan pendidikan Islam di Kelantan ialah;

i)  Haji Noh Penambang

ii). Haji Yaakub Legor (1892-1971)

iii). Haji Mahmud Zuhdi

iv). Haji Osman Jalaluddin al-Kelantani (1880-1952)

Akhir sekali, timbulnya dari Kaum Tua itu nama-nama ulama yang tidak asing bagi kita semua seperti Fathullah Suhaimi, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Abu Bakar Muar, Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi, Datuk Saiyid Alwi bin Thahir al-Haddad, Syeikh Abdullah Fahim dan lain-lain lagi.
Di samping nama-nama itu, masih terdapat ramai lagi ulama lain yang berdiri sebaris dengan Kaum Tua dalam mempertahankan amalan-amalan keagamaan tradisi yang telah diwarisi zaman berzaman.


Sejarah Ringkas Kaum Muda
 
Dari sudut sejarah, pertumbuhan aliran Kaum Muda ini dikatakan bermula pada abad ke-17 dan 18 Masehi, iaitu merujuk kepada peranan Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1787). Namun sebenarnya aliran reformasi ini sudahpun bermula jauh sebelumnya, iaitu ketika kemunculan Ibnu Taimiyyah (1263-1328) yang disifatkan oleh Profesor Ismail al-Faruqi sebagai "the first and greatest Muslim reformer".

Perkembangan aliran reformis di peringkat dunia diwarnai dengan kemunculan beberapa orang tokoh yang dianggap sinonim dengan gerakan ini. Antaranya ialah Jamaluddin al-Afghani (1838M-1897M), Sheikh Muhammad Abduh (1849M-1905M) dan Rasyid Redha (1865M-1935M). Pemikiran tokoh-tokoh ini akhirnya mempengaruhi beberapa orang ulama Melayu yang menuntut di Tumur Tengah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dalam konteks Tanah Melayu, gerakan Kaum Muda ini bermula dari selatan, iaitu Singapura seterusnya merebak ke Pantai Barat dan Kelantan merupakan di antara lokasi terakhir yang berjaya diserapi oleh idea-idea Kaum Muda.

Di antara tokoh-tokoh yang boleh disifatkan sebagai Kaum Muda ialah Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin (1869-1956), Syeikh Muhammad Salim al-Kalali, Syed Syeikh al-Hadi (1867-1934), Syed Muhammad Aqil dan Haji Abbas Mohd Taha. Mereka ini bergabung untuk menerbitkan majalah al-Imam (1906-1908), iaitu mirip majalah al-Manar dari sudut semangat dan prinsipnya. Selain dari mereka, Dr. Burhanuddin al-Hilmi, Haji Abbas Taha dan Za'ba sendiri pun merupakan tokoh-tokoh pemikir yang mempunyai serapan pemikiran Kaum Muda ini.

Walau bagaimanapun, perjuangan mereka tetap diteruskan dan di antara hasilnya ialah tertubuhnya Maahad Ihya as-Syarif di Gunung Semanggol pada tahun 1934 oleh Haji Abdul Rahman bin Mahmud yang merupakan mahasiswa lepasan Asia Barat. Penubuhan maahad ini bertitik-tolak dari perubahan pendidikan yang diperjuangkan oleh golongan Kaum Muda. Maahad ini menjadi paksi kepada gerakan mahasiswa, khususnya dari Asia Barat dalam perjuangan menentang penjajah dan menuntut kemerdekaan seperti AWAS, Angkatan Pemuda Insaf (API), Parti Kebangsaan Melayu Malaya (PKMM) dan Kesatuan Melayu Muda (KMM).

Antara lain yang menarik ialah penubuhan Hizbul Muslimin pada tahun 1948 yang sangat memberikan ancaman dan kesan terhadap penjajah ketika itu dan mereka disifatkan oleh Dato Onn Jaafar sebagai '... bahaya dari gunung!'. Perjuangan pertubuhan ini secara dasarnya bertujuan untuk memerdekakan Tanah Melayu dari genggaman penjajah dan menubuhkan sebuah negara Islam yang merdeka. Pertubuhan ini hanya bertahan selama lebih kurang setengah tahun sahaja selepas diharamkan oleh kerajaan pada ketika itu, melalui Undang-undang Darurat, Jun 1948.

Adapun pertentangan peringkat nasional berlaku dengan kemunculan majalah al-Imam yang dipelopori oleh Syeikh Tahir Jalaluddin dan rakan-rakannya. Bagaimanapun penulis membuat hipotesis bahawa aliran pengajian tafsir yang mengikut Kaum Muda atau manhaj salaf boleh dikatakan berkembang aktif semenjak kepulangan Ustaz Nik Abdul Aziz bin Nik Mat pada tahun 1960-an dari Mesir yang mengembangkan institusi pengajian tafsir di masjid-masjid. Pengajaran beliau pada peringkat awal banyak mencetuskan kontroversi, khususnya apabila menyentuh soal fiqh dan aqidah.

Oleh yang demikian, beliau dilihat melembutkan pendekatannya walaupun sebenarnya terus mengekalkan fahaman Kaum Muda. Juga perlu disebutkan peranan seorang tokoh angkatan baru yang cukup gigih di dalam memperjuangkan idealisme Kaum Muda, iaitu Abdullah al-Qari bin Haji Mohd Salleh, seorang ulama yang bukan sahaja memiliki perpustakaan peribadi yang paling besar di negeri Kelantan, bahkan beliau telah mengarang dan menterjemah lebih daripada 100 buah kitab yang berunsur reformisme.


Sejarah Pertembungan idea Kaum Tua dan Kaum Muda
 
Gugatan yang berlaku ke atas penganut Mazhab Shafi'i (Kaum Tua) melalui 3 gelombang;

Gelombang pertama berlaku pada tahun 20-an dan 30-an pada masa itu gerakan Kaum Muda cuba mengemukakan idea-idea baru yang berbeza dengan pegangan sedia ada dalam masyarakat Melayu yang berpegang kepada Mazhab Shafi'i. Perkara yang ditimbulkan oleh golongan Kaum Muda itu menyentuh tentang peranan akal dalam memahami hukum, persoalan-persoalan hukum ikhtilaf dan tentang bid'ah. Gelombang pertama berlakunya gugatan terhadap aliran mazhab Shafi'i ialah pada awal abad ke-20 di mana beberapa orang pelajar yang melanjutkan pelajaran ke Arab Saudi, Mesir dan India telah terpengaruh dengan pemikiran gerakan Islah di sana.

Hijaz ketika itu dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Abdul Wahhab yang mendokong idea Ibn Taymiyyah dan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah yang kedua-duanya beraliran Mazhab Hanbali dalam fiqh. Manakala gerakan Islah di Mesir pula dipelopori oleh Muhd Abduh dan Rashid Rida yang beraliran Mazhab Hanafi.

Gerakan Islah ini cuba menimbulkan kembali idea ijtihad untuk menyelesai keperluan hukum supaya kembali kepada sumber asal al-Qur'an dan Sunnah. Dengan seruan kepada ijtihad menolak taqlid yang diamalkan dalam masyarakat.

Sungguhpun tokoh-tokoh ini menyeru kepada ijtihad, tetapi dalam amalan di negara-negara mereka bergerak masih tidak terkeluar dari metod fiqh yang mereka warisi di Hijaz ketika Muhammad Abdul Wahhab menguasai Hijaz, Mazhab Hanbali diterima pakai di sana di peringkat pemerintah dan awam sehingga ke hari ini. juga keadaan di Mesir yang telah dipengaruhi metod Hanafi dalam amalan fiqhnya. Abduh dilantik sebagai Mufti Mesir dari 1899-1905 sebagai sumber rujukan fatwa yang majoriti bermazhab Hanafi. Ini bererti segala masalah yang timbul jika terdapat peruntukan dalam undang-undang yang digubal, maka itu yang akan diterima pakai. Jika tidak, mereka akan berijtihad untuk mendapat penyelesaian masalah baru melalui mazhab lain dan bukannya mereka mencairkan mazhab yang sedia ada.

Aliran pemikiran Islah telah dapat mempengaruhi beberapa orang pelajar antaranya Sheikh Muhd Tahir bin Jalaluddin al-Azhari yang berkesempatan belajar di Mekah dan Kaherah yang terpengaruh dengan pemikiran Muhd Abduh dan Rashid Ridha. Manakala pelajar-pelajar yang belajar di Mekah dan di India ada yang terpengaruh dengan ajaran Sheikh Waliyullah al-Dahlawi yang dibawa oleh Maulana Ubaidullah al-Sindhi seperti Haji Nik Abdullah, Haji Nik Mahmud Haji Wan Musa, Hj. Abdul Rahman Haji Nik Mahmud yang beraliran Islah.

Pemikiran Islah ini juga dapat mempengaruhi golongan yang berpendidikan bukan agama, yang membaca bahan-bahan aliran demikian dari majalah Islamic Review yang diterbitkan oleh Kamaluddin Khaja di Waking England dan sumber-sumber lain (Abdul Halim El-Muhammady, 2008, http://protajdid.blogspot.com/2008/03/pengaruh-fiqh-shafii-dalam-pemikiran.html).

Antara mereka yang terpengaruh dengan pemikirannya ialah Za'aba, Kamaluddin berasal dari India dan bermazhab Hanafi terpengaruh dengan gerakan yang lahir di Lahore. Kemudian beliau berpindah ke England menjadikan pusat kegiatannya di sana.

Mereka yang terpengaruh dengan gerakan Islah di Saudi dan Mesir serta India telah menyebar idea mereka kemudiannya di Malaysia. Sheikh Tahir yang bergerak di kawasan utara Pantai Barat Malaysia telah dapat mempengaruhi Sayyid Sheikh Ahmad al-Hadi, Haji Abbas Mohd Taha dan Sheikh Mohd Salim al-Kalili, manakala aliran pemikiran Sheikh Waliyullah al-Dahlawi pula tersebar di Kelantan dan Terengganu yang dibawa oleh Nik Abdullah, Hj. Nik Mahmud dan Nik Abdul Rahman.

Selain itu, di negeri Perlis pula terdapat kecenderungan menolak Mazhab Shafi'i dan taqlid seolah-olah dipengaruhi oleh pendapat Ibn Taimiyyah dan pihak berkuasa agama di Perlis merujuk kepada autoriti yang beraliran demikian seperti karya Syaukani Nail al-Awtar. Kecenderungan tidak terikat kepada mazhab ini dapat dilihat dalam peruntukan Enakmen Pentadbiran Majlis Agama Negeri Perlis yang memperuntukkan bahawa Undang-undang Islam di Negeri Perlis berasaskan al-Qur'an dan Sunnah serta tidak mengikatnya dengan sebarang mazhab fiqh. Sebenarnya aliran ini adalah daripada pengaruh kitab-kitab yang ditulis oleh Hasan Bandung dari Indonesia yang dibawa oleh beberapa orang yang berpengaruh ketika itu di Perlis seperti Wan Ahmad Wan Daud, Hj. Ahmad b. Hj. Muhammad dan Sheikh Ahmad bin Mohd Hashim. Aliran ini timbul dalam lingkungan tahun 1920an (1924-1925) dan pada tahun 1959 ia dimasukkan ke dalam Undang-undang Pentadbiran Majlis Agama Negeri Perlis (al-Mandili, 1377 H, Sinar Matahari, Hlm. 32).

Gelombang kedua berlaku antara tahun empat puluhan dan enam puluhan. Gelombang kedua ini adalah sebagai menyambung usaha yang berlaku sebelumnya. Penumpuan kebangkitan pada waktu ini lebih banyak menumpukan kepada persoalan-persoalan khilafiyyah yang lebih khusus sehingga menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat awam, terutamanya dalam Parti Islam seTanah Melayu ketika itu yang berasa tertekan dengan keadaan yang berlaku. Timbulnya isu-isu khilafiyyah yang membawa perpecahan di kalangan masyarakat ini menyebabkan satu ijtima' diadakan untuk membuat satu keputusan dalam isu-isu yang dibangkitkan.

Akhirnya mereka sepakat memutuskan bahawa persetujuan dicapai terhadap pendirian ulama-ulama beraliran Mazhab Shafi'i dalam isu-isu yang dibangkitkan. Antara isu-isu yang dibangkitkan adalah seperti menyebut 'usolli' dalam solat, talqin kematian, tahlil arwah dan sebagainya. Ahmad Fuad selaku Yang dipertua PAS ketika itu terpaksa melakukan ijtima' khusus untuk mendapat kata sepakat dalam memilih masalah khilafiyyah untuk diamalkan di negara ini.

Persoalan khilafiyat ini juga timbul perbincangannya di Kelantan dan Terengganu. Bagi membendung pemikiran aliran baru dalam isu-isu khilafiyat ini, maka Jawatankuasa Ulama' Majlis Ulama' Kelantan telah mengeluarkan sebuah buku yang bertajuk Kitab al-Qawl al-Mufid Li ifadat al-Mustafid, karangan Hj Muhammad bin Idris. Salah seorang anggota Jawatankuasa Ulama Majlis.

Gelombang ketiga pula berlaku dari tahun 1970an sehingga kini yang dipelopori oleh golongan muda yang terdedah kepada pengajian di Saudi dan di Indonesia. Gelombang yang berlaku ini seolah-olah sebagai menyambung pemikiran dan pendekatan golongan Kaum Muda sebelumnya. Mereka mempertikai beberapa amalan yang ada dalam masyarakat yang diambil daripada ulama'-ulama' beraliran Mazhab Shafi'i. Satu gerakan yang berpusat di Kuala Pilah ada membuat pengisytiharan yang dikeluarkan pada 22hb Julai 1966 dalam memorandum pertubuhannya berbunyi:

"Ahli Sunnah tidak bertaqlid kepada sesuatu mazhab masyhur atau tidak masyhur, tetapi ia boleh melakukan ittiba' atau mengikut sesuatu pendapat ulama setelah diketahui keterangannya dengan jelas daripada Qur'an dan Hadith sahih. Bahawa ahli sunnah tidak bersandar kepada sebarang mazhab yang ada dalam negeri ini melainkan kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, jadi salahlah orang yang memperkatakan isu Mazhab Shafi'i itu benar atau semua isi Mazhab Hanafi itu benar dan lain-lainnya (Ibid)".

Sebenarnya kita mesti akui bahawa tiap-tiap mazhab itu ada salahnya dan imam-imam itu manusia sama seperti kita yang juga yang berbuat kesalahan dengan sengaja atau tidak sengaja (ayat skema yang lari dari topik sebenar - sedangkanmereka itu jauh lebih baik kedudukanya, lebih tawaddhuk berbanding kita! - Elias). Mereka bukan seperti Nabi-Nabi yang ma'sum daripada kesalahan yang disengaja dan yang tidak disengaja dalam urusan hukum-hukum agama yang 'ubudiyyah dan keduniaan.

Kenyataan di atas menunjukkan bahawa golongan ini tidak mengikat diri dengan mana-mana mazhab yang muktabar yang diiktiraf di dunia Islam dan mazhab Shafi'i di negara ini. Mereka beranggapan punya kelayakan yang cukup untuk berijtihad mutlak, seperti imam-imam yang muktabar, kerana ulama' itu adalah manuisa dan mereka juga manusia tidak ada bezanya.

Sedangkan bagi orang-orang yang mengkaji ilmu mengetahui bahawa ulama'-ulama' besar yang muktabar itu yang mengamal ijtihad adalah lengkap dari sudut ilmu asas syariah dan ilmu alatnya. D\Jika hendak dibandingkan kita di masa kini, walaupun sama manusia, namun ilmu asas syariahnya amat terbatas dan begitu juga ilmu alatnya seperti bahasa Arab, jadi bagaimana ingin menjadi mujtahid mutlak?

Berijtihad tanpa asas ilmu yang lengkap dari sudut ilmu utama syariah dan ilmu pelengkap dalam Bahasa Arab serta tidak terikat dengan kaedah Usul al-Fiqh boleh membawa kepada penyelewengan dan kesesatan dari kebenaran. Hal ini dapat dilihat bibit-bibitnya pada masa kebelakangan ini dengan kemunculan kelompok liberal yang tidak mahu terikat dengan kaedah epistemologi Islam dan kaedah usulnya dalam memahami Qur'an dan Sunnah yang akhirnya membawa kepada kecelaruan tafsiran terhadap sumber-sumber dan ajaran-ajaran Islam.