Elias Hj Idris
Nabi saw telah memberikan misal manusia itu akan mati seperti tidur. Jadi tidur itu mati kecil. Maka ahli-ahli agama lalu mengambil perbandingan tidur dengan keadaan mati. Sifat-sifat dan perasaan ruhaniat kita waktu tidur banyak berbeza dari satu saat ke lain saat; menurut situasi ketenangan dan kesucian jasmani dan ruhani pada setiap masa. Pada siang hari kita tenang, banyak beribadat dan tidak terjadi hal-hal yang merugikan manusia lain, terutama diri sendiri. Maka pada waktu tidur kita akan aman dan tenteram saja.

Kemudian sebelum tidur itu kita terlebih dahulu solat sunat atau membaca ayat-ayat suci atau memuji Allah swt dengan cara yang pantas serta tidur dalam keadaan berwudhu', maka suasana selama kita tidur itu akan beroleh ketenangan yang baik sekali. Kita pun dapat melihat mimpi-mimpi yang bagus.

Haiwan memang tidak ada perhitungan...

Sebaliknya, dengan tidur tanpa beribadat terlebih dahulu, apatah lagi dengan tidak memuji Allah swt dan tidak pula berwudhu' - akan menyebabkan kita bermimpi dengan mimpi-mimpi yang mengerikan serta melihat hal-hal yang tidak suci dan cukup tidak menyenangkan.

Hayat dunia ini selama beberapa puluh tahun itu cuba kita kumpulkan jadi satu hari. Maut yang datang kepada kita, kita misalkan dengan tidur yang menanti hari berbangkit. Maka pada umumnya, semua amal kita selama hidup bakal menentukan situasi kita dalam tidur yang terakhir itu. Jika jumlah amal baik kita lebih besar daripada jumlah kejahatan, maka senanglah orang itu di dalam kuburnya.

Nilai senang dan susahnya di dalam kubur, iaitu ibarat orang yang tidur - amat bergantung kepada tinggi tidaknya peratus amal kebaikannya. Demikian pula tinggi atau tidak akan terletak pada tinggi atau rendah nilai kejahatan seseorang manusia itu sewaktu dia hidup di atas dunia. Ini telah pun disepakati oleh alim-ulama.
0 Responses